UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Visi
Undang-Undang No. 26 tentang Penataan Ruang adalah terwujudnya ruang
nusantara yang mengandung unsur-unsur penting dalam menunjang kehidupan
masyarakat, sebagai berikut:
- keamanan : masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman dalam menjalankan aktivitasnya;
- kenyamanan: kesempatan luas bagi masyarakat untuk dapat menjalankan fungsi dan mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam suasana tenang dan damai;
- produktivitas: proses dan distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai tambah ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing;
- berkelanjutan: kualitas lingkungan dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan generasi mendatang.
Untuk mendukung visi di atas,
maka setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam
dan lingkungan hidup, seperti ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:
- keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
- keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
- perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS)yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwaproporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk:
- (1) pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya
- (2) konservasi sumber daya alam; dan
- (3) pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan
Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 secara eksplisit diuraikan tentang penegasan hal, kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:
Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk :
- mengetahui Rencana Tata Ruang;
- menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
- memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan Tata Ruang;
- mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuai dengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya.
Pasal 61: Dalam pemanfaatannya setiap orang wajib :
- menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
- memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
- memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan
- memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 65 : Peran masyarakat melalui :
- pelibatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang
- peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
(a) partisipasi dalam penyusunan RTR;
(b) partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
(c) partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERKOTAAN DAN IMPLIKASINYA
(c) partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERKOTAAN DAN IMPLIKASINYA
Perubahan paradigma dalam
pembangunan wilayah dan kota, khususnya dalam penyediaan ruang terbuka
hijau di wilayah kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang hendaknya dilaksanakan sepenuhnya
oleh Bupati/Walikota dengan dukungan penuh dari pihak legislatif di
masing-maisng daerah. Hal ini tentu saja dilaksanakan dengan melihat
kondisi bio-geografi lingkungan dan sumber daya manusia di masing-masing
wilayah dan hendaknya dikembangkan secara bertahap. Hal ini telah
dilaksanakan oleh beberapa Bupati dan Walikota yang juga telah mendapat
dukungan penuh dari badan legislatifnya, seperti kelima wilayah kota
Provinsi DKI Jakarta, Surabaya, dan lain-lain.
Penyusunan RTRW Kabupaten berlaku mutatis mutandis (Pasal 28 UUPR No. 26 Tahun 2007) untuk penyusunan RTRW Kota dengan penambahan muatan pada rencana-rencana:
(1) penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
(2) penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non-hijau; dan
(3) penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan
umum,kegiatan sektor informal dan
ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan
sosial-ekonomi dan pusat pertumbuhan
wilayah.
Model perencanaan tata ruang terakhir yang disepakati para Walikota di dunia (KLH, 2005) padaPenandatanganan Bersama Kesepakatan Lingkungan Hidup adalah dikenal dengan istilah Green City. Meskipun terdapat dua persepsi berbeda tentang istilah Kota Hijau ini, yaitu:
1 Sebagai visi (negara bagian
di USA) menghijaukan kota-kota dengan menanam banyak tanaman
dan tumbuhan serta membangun taman-taman kota;
2 Negara-negara Eropa mempunyai persepsi ‘hijau’ sebagai “Kota yang Sehat” dan hampir bebas dari emisi polusi CO2, CO, N2O, dan lain-lain serta orientasinya pada penggunaan sarana angkutan dengan energi non-fosil.
Meskipun demikian sekitar dua
dekade lalu beberapa walikota di beberapa negara sedang berkembang,
seperti di benua Amerika Selatan dan di Asia telah berhasil
mengembangkan lingkungan kota layak huni (habitable) atau apa yang disebut sebagai: ‘Kota Berwawasan Lingkungan’, sebagai contoh kota Curitiba (Brasilia)
Pada hakekatnya penyebab utama
perencanaan dan perancangan permukiman kota adalah ketidakpedulian akan
pentingnya sanitasi lingkungan yang “higienis”, yang kemudian secara
sadar maupun tidak, menjadi perilaku (kebiasaan) warga yang tak terpuji.
Lingkungan menjadi semakin buruk akibat tidak ditegakkannya peraturan
perundang-undangan yang ada. Hal ini mengakibatkan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
(1) kondisi sanitasi dasar lingkungan permukiman, menimbulkan masalah kesehatan yang serius;
(2) persediaan air bersih yang minim (tak cukup bahkan tak ada);
(3) sampah padat dan limbah cair tidak terkelola dengan baik (tak ada ‘sewerage system;
(4) makanan tidak higienis (keracunan, pemakaian zat kimia/pengawet, pewarna, penyedap),
(5) vektor penyakit (nyamuk, tikus, kecoak, dan lain-lain) tak terkendali;
(6) sistem transportasi/ lalu lintas yang buruk dengan adanya kemacetan lalu lintas dan polusi udara;
(7) buruknya lingkungan kerja/ kantor (hal ini ditandai dengan berkembangnya bakteri legionellosi, yang mengakibatkan sick building syndrome).
Hampir semua permasalahan di atas
saling terkait dan merupakan akibat dari penyelenggaraan penataan ruang
yang buruk. Oleh karena itu, dalam rangka menuju pembangunan “Kota
Sehat”, maka diperlukan persyaratan ketat pembangunan sarana dan
prasarana sanitasi kota.
RUANG TERBUKA HIJAU
(RTH)
- Pendahuluan
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH
dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan
Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
- kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
- kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
- area pengembangan keanekaragaman hayati;
- area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
- tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
- tempat pemakaman umum;
- pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
- pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
- penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya;
- area mitigasi/evakuasi bencana; dan
- ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
- Istilah dan Definisi
Elemen lansekap,
adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana
yang merupakan pembentuk lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun
buatan manusia. Elemen lansekap yang berupa benda terdiri dari dua unsur
yaitu benda hidup dan benda mati; sedangkan yang dimaksud dengan benda
hidup ialah tanaman, dan yang dimaksud dengan benda mati adalah tanah,
pasir, batu, dan elemen-elemen lainnya yang berbentuk padat maupun cair.
Garis sempadan,
adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan atau
pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi
luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi
situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga
listrik, pipa gas.
Hutan kota,
adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak
dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah
hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
Jalur hijau,
adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang
terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang
pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi
elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Kawasan,
adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.
Kawasan perkotaan,
adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan
ekonomi.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan
gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas
tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata
ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Lansekap jalan,
adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada
lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah
seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah,
maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang
disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini mempunyai
ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik
jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta
diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan
memenuhi fungsi keamanan.
Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah.
Peran masyarakat,
adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan
keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih dari satu batang utama.
Pohon, adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras.
Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter.
Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa 7-12 meter.
Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter.
Ruang terbuka,
adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana
dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa
bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang
terbuka non hijau.
Ruang Terbuka Hijau (RTH),
adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka non hijau,
adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam
kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
Ruang terbuka hijau privat,
adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang
pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau
halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Ruang terbuka hijau publik,
adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah
kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Sabuk hijau (greenbelt), adalah
RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu
penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya
agar tidak saling mengganggu.
Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai herbaseus.
Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk.
Taman kota,
adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana
kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.
Taman lingkungan,
adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana
kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.
Tanaman penutup tanah,
adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang bersifat selain
mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang kekurangan unsur
hara. Biasanya merupakan tanaman antara bagi tanah yang kurang subur
sebelum penanaman tanaman yang tetap (permanen).
Tanggul,
adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan
teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan
air sungai.
Vegetasi/tumbuhan,
adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari
kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak,
dan rumput.
Wilayah,
adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.
- Fungsi dan Manfaat
RTH memiliki fungsi sebagai berikut:
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
- memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota);
- pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;
- sebagai peneduh;
- produsen oksigen;
- penyerap air hujan;
- penyedia habitat satwa;
- penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
- penahan angin.
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
- Fungsi sosial dan budaya:
- menggambarkan ekspresi budaya lokal;
- merupakan media komunikasi warga kota;
- tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
- Fungsi ekonomi:
- sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur;
- bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
- Fungsi estetika:
- meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
- menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
- pembentuk faktor keindahan arsitektural;
- menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan,
empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air,
keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
D. Manfaat RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
- Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
- Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
- Tipologi RTH
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
- Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
- Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
- Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
- Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.
- Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
- Luas wilayah
- Jumlah penduduk
- Kebutuhan fungsi tertentu
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
- ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
- proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
- apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
- Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH
berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah
penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai
peraturan yang berlaku.
- 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
- 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
- 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
- 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
- 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini
adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya
melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau
membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak
teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur
hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan
tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai,
RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
- Prosedur Perencanaan
Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:
- penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat;
- penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;
- tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:
- perencanaan;
- pengadaan lahan;
- perancangan teknik;
- pelaksanaan pembangunan RTH;
- pemanfaatan dan pemeliharaan.
- penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;
- pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah;
- tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;
- tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;
- memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;
- tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis.
KOTA YANG TELAH MENERAPKANNYA
Kota yang sudah menerapkan RTH sebesar 30% dari total luasan wilayahnya adalah kota Balikpapan,Kalimantan Timur.
ANALISIS
Secara administrative luas
keseluruhan Kota Balikpapan menurut RTRW tahun 2012-2032 adalah 81.495
Ha yang terdiri dari luas daratan 50.337,57 Ha dan luas lautan 31.164,03
Ha.Pansus DPRD Kota Balikpapan dalam pembahasan revisi RTRW Kota
Balikpapan Tahun 2012-2032 atas revisi Perda No. 5 Tahun 2006 tentang
RTRW Tahun 2005-2015, mengurai problematika penataan ruang di Kota
Balipapan dalam 10 tahun terakhir. Dalam perecanaan tata ruang,
pemerintah Kota Balikpapan telah menyempurnakan Perda Kota Balikpapan
Nomor 5 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan
tahun 2005 – 2015 menjadi Perda Kota Balikpapan Nomor 12 tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012 – 2032
yang telah ditetapkan tanggal 2 November 2012. Dalam Perda terdapat
beberapa komitmen yang menjadi kebijakan untuk tetap dilanjutkan, antara
lain :
- Pola ruang 52% Kawasan Lindung dan 48% Kawasan Budidaya
- Tidak menyediakan ruang untuk wilayah pertambangan
- Pengembangan kawasan budidaya dengan konsep foresting the city dan green corridor, untuk pengembangan Kawasan Industri Kariangau diarahkan pada green industry yang didukung zero waste dan zero sediment.
Perkembangan kota Balikpapan
dalam beberapa tahun terakhir ini sangat pesat. Topografi Balikpapan
berbukitbukit dengan kelerengan yang bervariasi, serta jenis tanah pada
beberapa kawasan didominasi oleh jenis yang mudah mengalami pergeseran
dan erosi. Kondisi ini memerlukan penanganan yang benar dalam
pengelolaannya. Kebutuhan akan lahan untuk mencapai visi Balikpapan
dapat diwujudkan melalui program-program pembangunan yang berwawasan
lingkungan dengan mengikutsertakan seluruh komponen yang ada di kota ini
dalam aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Berdasarkan
hasil pengumpulan data luas hutan kota di Balikpapan yang secara
definitive sudah ditetapkan, saat ini baru mencapai 200 ha yang tersebar
di 28 lokasi atau mencapai 0,4 persen dari luas wilayah Kota Balikpapan
(503 kilometer persegi).
Dasar dan aspek legal
Kebijakan Pemerintah kota
Balikpapan untuk menetapkan beberapa kawasan hutan kota sebagai kawasan
yang dilindungi karena sifatnya yang khusus, di antaranya sebagai bagian
dari Ruang Terbuka Hijau Kota sejak tahun 1996 sudah ada meskipun dalam
perencanaan, pelaksanaan,
pengelolaan dan pengawasannya masih terus dibenahi. Penetapan dua puluh
satu kawasan sebagai hutan kota juga berperan sebagai ruang terbuka
hijau dari tahun 1996 hingga tahun 2004 oleh Pemerintah Balikpapan
melalui beberapa buah Surat Keputusan Walikota.
RTH kota Balikpapan terdiri dari;
kawasan Hutan Lindung Sungai Wain, Kebun Raya Balikpapan, Hutan Kota
Pertamina dan taman-taman kota serta taman median jalan. Jika ditinjau
dari rasio luas lahan yang dibangun dengan RTH, maka Balikpapan memilki
persentase di atas nilai standar BLH yang menentukan luas lahan.
Berdasarkan hasil identifikasi
terhadap kawasan Nonbudidaya/Lindung dan Ruang Terbuka Hijau yang ada di
Kota Balikpapan yaitu 18.821,742 Ha atau 37,396 % dari luas kota
Balikpapan (50.330,57 Ha). Untuk memenuhi prosentasi 52% maka arahan
pengembangan kawasan non budidaya (RTH ) sebagai berikut menurut Bappeda
2009
Penghargaan yang pernah diraih
Kota Balikpapan yang berkaitan dengan lingkungan hidup yaitu penghargaan
ASEAN Environment Sustainable City (ESC) dalam acara invitation to the
for 3rd ASEAN Environmentally Suistainable Cities Award and The 2nd
ASEAN Certificates of Recognition with the following details, yang
berlangsung di Loa Plaza Hotel,Laos. Penghargaan ini diterima langsung
Wali Kota HM Rizal Effendi,SE di Laos tadi malam. Balikpapan meraih
penghargaan ini karena berhasil melakukan penataan lingkungan kota
secara berkelanjutan. Terutama terkait dengan clean land, clean water
dan clean air. Termasuk inovasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sampah.
Selain itu, yang terakhir baru
saja diperoleh Penerapan Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP) oleh
Pemerintah Kota Balikpapan dalam bidang pengelolaan tata ruang dengan
sub bidang penataan ruang terbuka hijau (RTH) meraih prestasi gemilang.
Balikpapan menduduki peringkat pertama sebagai kabupaten/kota terbaik se
Indonesia dalam bidang tersebut.
Dan yang terakhir pernah meraih juara tiga lomba menanam pohon nasional untuk kategori kotamadya di Indonesia.
KESIMPULAN
Indahnya kota Balikpapan tak
lepas dari jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang melebihi standar Badan
Lingkungan Hidup (BLH) yakni 42% dari luas kota ini. Sebagai peneduh,
RTH memberikan manfaat yang begitu terasa bagi masyarakat kota
Balikpapan.
Karena secara umum RTH publik
maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi
ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitek-tural,
sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi
utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan
keberlanjutan kota.
RTH berfungsi ekologis, yang
menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan
satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam
suatu wilayah kota, seperti RTH untuk per-lindungan sumberdaya penyangga
kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar.
RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural)
merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan
budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi,
dan pendukung arsitektur kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya
dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat
tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun,
bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan manfaat tidak
langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti
perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
Permasalahan ditekankan pada
beberapa aspek penerapan kawasan penataan ruang dengan pola konsep 52
persen terbangun dan 48 persen untuk ruang terbuka hijau (RTH). Konsep
ideal ini dilihat dari sudut pandang penataan ruang, perlu disadari
bahwa salah satu tujuan pembangunan di Kota Balikpapan, yang hendak
dicapai adalah mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan
berkelanjutan.
Pembangunan dan pengelolaan RTH
wilayah perkotaan harus menjadi substansi yang terakomodasi secara
hierarkial dalam perundangan dan peraturan serta pedoman di tingkat
nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat daerah baik provinsi maupun
kabupaten/kota, permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam Ren-cana
Tata Ruang Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar